Thursday, September 20, 2018

Fear of Missing Out (FOMO)

Fear of missing out (FOMO) adalah rasa takut akan kehilangan sesuatu. Ini banyak dihubungkan dengan ketakutan akan ketinggalan informasi khususnya dari medsos. Tidak hanya itu, jika dilihat secara umum, mungkin FOMO juga mirip dengan proses adanya foto ini.

Sunrise di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur
(16-09-2018)

Kasus Pertama

Momen saat itu, menjelang sunrise sangat bagus dengan langit yang penuh warna: merah, orange, kuning, juga biru. Momen ini muncul cepat beberapa saat setelah subuh dan tentu saja ini tidak akan lama. Ketakutan mulai muncul akan segera hilangnya momen tersebut. Sehingga, memaksa bergegas menyiapkan peralatan, memilih spot, dan segera mengambil gambar.

Kasus Kedua

Hasil dari keresahan tadi mengakibatkan ada setting yang terlewatkan (white balance) sehingga menghasilkan gambar yang kurang memuaskan. Alhasil, perlu sedikit kerja keras di post-production, mengedit/memperbaiki gambar (warna) yang sudah melenceng "dikembalikan" sesuai memori atau ingatan pribadi pada kondisi 'real' saat itu. Ketakutan hingga sedikit frustrasi pun muncul apakah file dapat terselamatkan atau tidak. Alhasil, memang selesai juga meski tidak sepenuhnya puas.

Secara pribadi, sangat jarang menjumpai momen seperti kala itu. Dan, dikarenakan juga masih baru dalam dunia fotografi khususnya landscape photography menimbulkan kecemasan, bingung, hingga melewatkan hal penting karena ketakutan akan kehilangan suatu momen. Dapat dikatakan juga ketakutan ada karena ketidaktahuan terhadap sesuatu yang kita hadapi.

Btw, merekam momen sebenarnya bukan hal paling utama. Namun, menikmatinya secara langsung dan mengucap syukur adalah yang terpenting.

Nancep tripod bareng sesepuh Malang Selatan sam @rudyabuizzuddin.

Payangan Beach
Ambulu, Jember
Jawa Timur
(16-09-2018)

Saturday, March 31, 2018

Coban Rondo, Pujon, Malang

Masih tentang air terjun, kali ini lokasi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Sabtu, 24 Maret 2018 adalah waktunya untuk me-refresh dari rutinitas sehari-hari. Malam hari sebelumnya, belum ada ide akan ke mana. Browsing wisata alam yang cukup mudah dan masih berada di sekitar Mojokerto. Terakhir kandidat terkuat adalah Coban Baung yang berada di Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, tepatnya di belakang Kebun Raya Purwodadi.

Berangkat dari kos pukul 07.00 WIB. Sampai di lokasi masih sepi, belum ada penjaga loket. Ada bapak-bapak, saya tanyakan untuk menuju ke air terjun, namun jawab beliau saat ini air terjun masih tutup. Saya tanyakan kembali apakah karena masih terlalu pagi, "bukan mas, tapi ada proyek, kayaknya lusa udah buka lagi", jawabnya. Jalan menuju ke bawah tampak tertutup dan hanya bisa memandang dari jauh air terjun dengan debit yang tampak besar.

Oke, fixed, tujuan gagal dicapai. Setelah itu segera mencari lokasi lain untuk dituju. Ke pantai, rasanya tidak mungkin karena saat itu sudah 09.00 WIB dan matahari akan sangat terik nantinya. Jadi tetap ambil tujuan mudahnya ya air terjun dan memang di sekitar wilayah ini banyak air terjun. Dan, setelah "berselancar" beberapa menit akhirnya diputuskan masuk ke wilayah Batu. Di mana itu? Coban Rondo, lebih tepatnya masuk di Kabupaten Malang. Saat itu juga langsung menuju ke tujuan, lupanya, hari itu adalah akhir pekan kemungkinan besar ramai. Benar saja, memasuki Lawang, Malang, sudah disambut dengan kepadatan kendaraan. Pukul 10.00 WIB tiba di lokasi.

Coban Rondo

Coban Rondo terletak di Kecamatan Pujon, Malang. Untuk mencapai lokasi cukup mudah, jika dari Alun-alun Kota Wisata Batu hanya berjarak sekitar 12 km. Ikuti petunjuk menuju Songgoriti dan Pujon. Dalam perjalanan akan disuguhi pemandangan yang luar biasa dari atas perbukitan.

Gambar 1 Perkampungan di wilayah Songgoriti, gunung Banyak. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (105 mm), f/5.6, 1/320 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Tidak lama setelah melewati gapura pembatas antara Kota Batu dan Kabupaten Malang, ada petunjuk untuk mengarah ke wisata air terjun Coban Rondo. Selanjutnya tinggal ikuti saja petunjuk yang ada. Dari loket pintu masuk perjalanan masih berlanjut beberapa kilometer hingga sampai di air terjun dengan kendaraan bermotor. Selain air terjun di sini juga ada Taman Labirin Coban Rondo.

Gambar 2 Coban Rondo. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/18, 1/2 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 3 Coban Rondo (2). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/11, 5 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 4 Coban Rondo (3). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/11, 5 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 5 Coban Rondo (4). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/18, 2 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Fasilitas di Coban Rondo terbilang lengkap, area parkir yang luas, warung makan cukup banyak tinggal memilih, toko souvenir, juga mushola. Untuk air terjunnya mempunyai debit air yang cukup deras. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, pengunjung ramai kala itu, banyak rombongan. Selain ramai pengunjung, di Coban Rondo juga banyak monyet berkeliaran dan akan langsung berkerumun jika ada yang memberi makanan.

Gambar 6 Termenung

Gambar 7 Sayang anak

Rincian Biaya

Untuk info tambahan, berikut saya rincikan biaya ke Coban Rondo. Buka biaya mutlak namun dapat dijadikan referensi.

Tabel 1 Rincian biaya Coban Rondo (24-03-2018)
No. Keterangan Nominal (Rp)
1BBM20.000
4Tiket masuk Coban Watu Ondo35.000
5Parkir4.000
8Makan siang19.000

Total78.000

Monday, March 26, 2018

Air Terjun Dlundung dan Air Terjun Watu Gedhek

Kali ini ulasan masih tentang air terjun. Air terjun lagi, ya, memang yang mudah dan dekat dengan tempat tinggal. Di Mojokerto, khususnya di kawasan Pacet memang ada beberapa air terjun yang sangat layak untuk dikunjungi. Ada air terjun Grenjengan dan tetangganya Coban Canggu, Coban Watu Ondo dan tetangganya juga Coban Watu Lumpang. Pada kesempatan ini kita akan bergeser di Kecamatan sebelahnya, Trawas. Trawas juga mempunyai wisata alam berupa air terjun, air terjun Dlundung. Namun, di tulisan kali ini juga ada air terjun yang tidak terlalu jauh dari air terjun Dlundung. Untuk air terjun yang satu ini masuk di wilayah Pacet, air terjun Watu Gedhek.

Selasa, 13 Maret 2018, bukan hari libur sebenarnya tapi mashuk shift malam hari pertama. Jadi, ada cukup waktu untuk sedikit berjalan-jalan ria. Jika sebelumnya sudah di wilayah Pacet, ganti bergeser ke wilayah Trawas. Pagi hari sekitar 06.30 WIB berangkat dari kos menuju lokasi. Kurang lebih 07.15 WIB sampai di lokasi dan seperti biasa menjadi pengunjung pertama di hari tersebut.

Air Terjun Dlundung

Air terjun ini berada di Trawas, Kabupaten Mojokerto. Untuk mencapai lokasi ini cukup mudah sudah banyak penunjuk arah ke lokasi. Dari loket masih dilanjut perjalanan dengan kendaraan bermotor berjarak beberapa ratus meter hingga tempat parkir. Sampai di lokasi masih sepi, belum tampak kendaraan pengunjung terparkir. Tidak perlu berlama-lama langsung saja menuju ke air terjun yang tidak jauh dari situ. Akses menuju lokasi dari luar sudah baik jalan beraspal, begitu juga dari tempat parkir menuju air terjun sudah dipaving.

Air terjunnya cukup deras, jarak beberapa puluh meter pun terasa seperti gerimis, cukup membuat kamera dan lensa basah. Untuk aliran sungainya juga bagus banyak bebatuan bertingkat.

Gambar 1 Air terjun Dlundung. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 2 Bebatuan. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (105 mm), f/10, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 3 Air terjun Dlundung (2). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 4 The stone. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (105 mm), f/5.6, 3 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 5 Air terjun Dlundung (3). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (62 mm), f/5.6, 3 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 6 Air terjun Dlundung (4). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 7 Air terjun Dlundung (5). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 8 Air terjun Dlundung (6). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 9 Air terjun Dlundung (7). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Air Terjun Watu Gedhek

Setelah dari air terjun Dlundung di Trawas, berikutnya adalah air terjun Watu Gedhek. Air terjun ini berada di Desa Nogosari Kecamatan Pacet. Saat sampai di desa Nogosari dapat menanyakan lokasi air terjun. Jika malu bertanya, ikuti saja petunjuk di gmap yang ada di gadget.

Dari lokasi parkir ke air terjun jaraknya cukup untuk melemaskan kaki melalui hutan pinus. Dalam perjalanan, ada tulisan-tulisan 'aneh' yang ditempel di pepohonan. Bagaimana tidak aneh kalau di hutan ditempeli tulisan "Kapan Rabi?", "Kapan Ketemu Jodoh?", dsb. Apa tidak 'baper' itu orang-orang yang sedang punya cerita dengan tulisan-tulisan tersebut? (tidak bermaksud curhat).

Setelah berjalan beberapa waktu, lokasi air terjun sedikit turun ke lembah. Selain air terjun utama ada juga air terjun Curah Watu dengan air terjun kecil mirip air mancur menyebar dari ketinggian yang cukup rendah.

Gambar 10 Air terjun Watu Gedhek. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/16, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 11 Air terjun Watu Gedhek (2). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/10, 5 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 12 Air terjun Watu Gedhek (3). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/16, 5 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 13 Air terjun Watu Gedhek (4). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/16, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 14 Air terjun Watu Gedhek (5). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/16, 10 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 15 Air terjun Watu Gedhek (6). Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/16, 5 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 16 Curah Watu. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (18 mm), f/8, 3 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Bonus

Gambar 17 Kapan rabi?. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (105 mm), f/5.6, 1/60 s, ISO 400, edit with Adobe Lightroom

Gambar 18 Kapan ketemu jodoh?. Gear: Nikon D5200, 18-105mm lens (105 mm), f/5.6, 1/60 s, ISO 400, edit with Adobe Lightroom

Friday, March 16, 2018

Air Terjun Watu Ondo dan Air Terjun Watu Lumpang, Pacet, Mojokerto

Seperti biasa, hari libur adalah waktunya untuk me-refresh dari rutinitas sehari-hari. Tulisan kali ini masih tentang air terjun dan masih di kawasan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Sudah beberapa waktu yang lalu sebenarnya, tapi tak apa lah terlambat daripada tidak sama sekali (ngeles).

Kamis, 8 Maret 2018, sebelumnya sudah janji dolan dan hunting bareng master om Gatot (@g4tot_sukamoto2). Rencananya akan ke Ranu Grati, Grati, Kabupaten Pasuruan, namun dialihkan ke air terjun kembali. Tujuan utama adalah air terjun Watu Ondo atau Coban Kembar Watu Ondo. Cek lokasi di map ternyata ada spot lain yang berdekatan, air terjun Watu Lumpang. Untuk hari itu, dua tempat tersebut menjadi tujuannya.

Air terjun Watu Ondo dan Watu Lumpang berada di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, Pacet, Kabupaten Mojokerto berbatasan dengan Kota Batu. Berangkat dari kos sekitar 06.30 WIB langsung menuju ke Pacet yang berjarak +/- 23 km. Tiba di Pacet, perut terasa kosong karena memang belum diisi amunisi, lihat kanan-kiri mencari warung untuk sarapan sekaligus menunggu om Gatot dari Surabaya. Seporsi nasi pecel dan segelas teh hangat begitu nikmat menemani pagi dengan hawa dingin dan sejuknya pegunungan.

Setelah sarapan beralih ke minimarket membeli minuman bervitamin C dan snake eh snack. Beberapa waktu kemudian om Gatot tiba dengan bawaanya yang sudah pasti berisi peralatan dan perlengkapan tempurnya seperti orang pindahan, mengobrol sejenak dan melanjutkan perjalanan menuju lokasi. Kondisi langit di atas lokasi tujuan tampak berawan cukup tebal dan gelap. Cukup was-was, maklum saja jalur ke sana penuh lika-liku dan mempunyai tanjakan/turunan yang cukup tajam/curam. Meski kondisi jalan aspal dan baik namun kondisi basah terlebih turun hujan dapat membuat hati 'deg-deg ser'.

Air Terjun atau Coban Kembar Watu Ondo

Terletak di kawasan Tahura R. Soerjo Pacet, Mojokerto. Untuk menuju ke lokasi ini tidak sulit, sudah banyak rambu petunjuk di jalan tinggal mengikuti arah menuju Cangar atau Batu. Jika masih bingung buka saja peta 'Atlas' atau bantuan GPS, alternatif lain tanyakan saja kepada warga asal bukan rumput yang bergoyang apalagi batu yang berdendang, mudah. Pos atau pintu masuk dan tempat parkir berada di pinggir jalan. Air terjun berada di bawah atau lembah, namun tenang, meski di kawasan hutan akses menuju air terjun sangat baik sudah dibuatkan anak tangga dari batu. Pihak pengelola sudah menyediakan spot berfoto yang kekinian, selain itu menurut saya semua sisi di sana dapat dijadikan spot foto yang sangat bagus dengan pemandangan alam yang luar biasa indah.

Ada dua air terjun di satu tempat, satu yang tinggi dan jatuh tegak lurus dari atas. Satu lagi berada di sebelahnya dengan ketinggian yang lebih rendah. Saat itu keduanya memiliki debit air yang cukup deras karena masih masuk penghujan. Bagi penikmat keindahan alam, pasti akan merasa ingin berlama-lama di air terjun ini. Selain itu kondisi lingkungannya bersih dan mudah ditemukan tempat sampah yang disediakan pengelola. Ini tentu menjadi nilai tambah tersendiri yang sangat berarti.

Gambar 1 Air terjun Watu Ondo dari atas. Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (29 mm), f/10, 1/8 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 2 Air terjun Watu Ondo. Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 3 Air terjun Watu Ondo (2). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 4 Air terjun Watu Ondo (3). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 5 Aliran air di tengah dua air terjun Watu Ondo. Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/5.6, 1/2.5 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 6 Air terjun Watu Ondo (5). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 7 Air terjun Watu Ondo (6). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 8 Air terjun Watu Ondo (7). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (55 mm), f/8, 1/8 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Sekitar pukul 11.00 WIB tetesan-tetesan kecil dan rapat mulai berjatuhan dari langit, hanya sebentar. Namun, tak lama setelah itu kabut mulai datang. Kami pun mulai berkemas dan beranjak naik. Jika saat turun menuju air terjun tadi jalanan turun ke bawah dengan pemandangan indah, nah, saat pulang adalah waktunya untuk berolah raga karena jalur yang naik meski jalan sudah baik tetap cukup menguras tenaga.

Gambar 9 Sebatang pohon di tengah kabut saat mulai menyelimuti. Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/4.5, 1/60 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 10 Pemandangan di sekitar Pos (BW). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (55 mm), f/8, 1/100 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Sesampai di atas kami beristirahat dan bersantai sejenak di warung memesan kopi. Kabut sudah memenuhi ruang di lembah dan pandangan menjadi putih tak tampak air terjun hanya terdengar gemuruh air dari bawah. Tak lama kemudian hujan pun turun, kabar baik! Disyukuri dan dinikmati suasana hujan di pegunungan meski rasa sedikit was-was akan jalan pulang. Waktu semakin siang, hujan juga sudah reda. Sekitar 12.30 WIB kami beranjak meninggalkan lokasi dan berpindah ke tujuan berikutnya, air terjun Watu Lumpang, matahari pun mulai menampakkan dirinya.

Air Terjun atau Coban Watu Lumpang

Setelah dari Coban Watu Ondo kami melanjutkan perjalanan ke arah jalan pulang sekitar 1 km menuju Coban Watu Lumpang. Beberapa menit berkendara dengan sepeda motor sudah sampai di tujuan berikutnya. Bayar tiket di loket dan langsung menuju air terjun yang lokasinya sangat dekat, cukup berjalan kaki beberapa saat saja. Sudah sampai, langsung mencari sudut yang paling disukai dan bergegas mengeluarkan gear tempur karena langit mulai dipenuhi awan gelap kembali. Di sini juga ada dua air terjun. Satu memiliki aliran yang cukup deras namun tidak tinggi, satu lagi lebih tinggi namun debit airnya jauh lebih kecil.

Tidak banyak pengunjung karena memang cuaca saat itu kurang mendukung juga bukan saat hari libur. Beberapa sudut pandangan sudah diambil, tak lama kemudian hujan turun kembali, bahkan cukup deras. Untung saja sudah ada tempat duduk dengan penutup atas, seperti halte bus, duduk bersantai menanti hujan reda.

Gambar 11 Air terjun Watu Lumpang. Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/10, 20 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 12 Air terjun Watu Lumpang (2). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 15 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 13 Air terjun Watu Lumpang (3). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/10, 20 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 14 Air terjun Watu Lumpang (4). Nikon D5200, 18-55mm kit lens (55 mm), f/10, 20 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom


Hujan mulai reda (masih gerimis tipis-tipis sebenarnya) kami putuskan untuk pulang dan waktu sudah siang 14.00 WIB. Beberapa saat berkendara, hujan deras kembali menyapa, sehingga kami memilih untuk beristirahat saja di rest area, perut pun juga sudah meronta-ronta. Nasi goreng dan teh hangat menurut saya pilihan tepat di saat hujan deras dengan dinginnya pegunungan. Tak menunggu terlalu lama, pesanan pun tiba, dengan telur dadar di atasnya, wuh, sungguh menggoda, masih panas namun begitu istimewa. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan? (QS 55).

Hujan kembali reda, kami pun melanjutkan perjalan pulang. Tak disangka hujan kembali deras, namun tak apa lah sudah terlanjur. Langit di bawah memang tampak cerah dan benar saja keluar dari kawasan hutan atau sesampainya di bawah kondisi kering. Meski ditemani hujan deras dan jalan yang penuh lika-liku melewati tanjakan dan turunan, acara dolan kali ini tetap sangat menyenangkan dengan pemandangan yang begitu menawan.

Perjalanan pulang, menjadi penutup dari tulisan ini. Semoga bermanfaat.

List Biaya

Untuk rincian biaya yang dikeluarkan sebenarnya relatif. Namun, secara garis besar dapat dibuat seperti daftar berikut, dapat dijadikan sebagai gambaran.

Tabel 1 Rincian biaya Coban Watu Ondo dan Watu Lumpang (08-03-2018)
No. Keterangan Nominal (Rp)
1BBM20.000
2Sarapan12.000
3Minuman + Snack10.000
4Tiket masuk Coban Watu Ondo10.000
5Parkir3.000
6Tiket masuk Coban Watu Lumpang10.000
7Parkir3.000
8Makan siang15.000

Total83.000

Friday, March 2, 2018

Cerita dari Air Terjun Grenjengan dan Air Terjun Canggu

Hari libur kerja? Waktunya untuk sedikit me-refresh diri setelah disibukkan dengan rutinitas sehari-hari. Ini tentang sedikit cerita pada tanggal 28 Februari 2018. Waktu itu saya putuskan untuk mengunjungi tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal. Mojokerto, punya banyak destinasi yang menarik untuk dikunjungi. Satu kawasan yang cukup hits, Pacet.

Pacet mempunyai banyak destinasi wisata, tapi tidak dapat saya sebut satu-satu (pengganti dari sebutan "belum banyak tahu"). Tujuannya adalah air terjun Pacet (lupa namanya, belum browsing secara lengkap). Dulu entah tahun berapa pernah ke sini namun sudah lupa dan memang tampak cukup banyak perubahan. Berangkat pagi sekitar 06.45 WIB dari Ngoro, Mojokerto dan sampai di lokasi sekitar 07.30 WIB (kurang). Cukup bingung karena belum banyak "kehidupan" di lokasi, tempat parkir yang ada pun belum ada yang jaga. Tanya ke warga lokal untuk menuju ke air terjun (Grenjengan). Di sini ada dua air terjun yang lokasinya berdekatan, Coban Grenjengan dan Coban Canggu.

Air Terjun Grenjengan

Lokasinya berada di atas pemandian air panas. Bertanya ke warga lokal untuk menuju ke lokasi, diarahkan untuk balik arah menuju pintu masuk dan naik ke jalan di sebelahnya dan dapat membawa motor. Jalannya cukup sempit dan menanjak dekat hanya sekitar 100 m. Hingga jalan aspal terakhir ada tempat parkir namun belum ada yang menjaga dan oleh warga diajak naik saja. Oke, jalannya berubah jadi bebatuan basah menanjak dan alhasil saya dan motor susah melewatinya, terpaksa turun dan menuntun motor. Hingga ada warung terakhir titip motor di sana. Sapa singkat dari ibu pemilik warung, "Sendiri aja mas?", "Nggih bu", jawab singkat saya. Selanjutnya saya meneruskan perjalanan dan belum tampak ada pengunjung lain hingga sampai di lokasi.

Sesampainya di lokasi langsung mengeluarkan kamera dan tripod. Tidak perlu menunggu waktu lama langsung saja mengambil beberapa 'jepretan'. Dapat dikatakan saya sebagai pengunjung pertama di hari itu, maklum saja waktu itu bukan akhir pekan atau hari libur. Lumayan lah, serasa berada di air terjun pribadi, setidaknya hingga sekitar satu jam di sana. Setelah itu ada bapak-bapak (warga) datang dan menyapa dengan senyum, kemudian bertanya, "dewean ae mas? (sendiri aja mas?)", "nggih pak (iya pak)", jawab saya. Beliau pun bertanya, "ini masnya mau nyari info, dokumentasi atau acara apa mas?". Mungkin dikiranya saya membuat liputan berita atau apa karena berangkat sendiri bawa kamera dan tripod. "Mboten pak, cuma buat pribadi saja, hobi pak, hehe", sahut saya. Sambil bersantai-santai lumayan lah ada teman mengobrol sejenak.

Gambar 1 Air terjun Grenjengan (1). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 2 Air terjun Grenjengan (2). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (55 mm), f/16, 1 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 3 Air terjun Grenjengan (3). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/13, 30 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 4 Air terjun Grenjengan (4). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 30 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 5 Air terjun Grenjengan (5). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 30 s, ISO 100, ND 1.8 64x, edit with Adobe Lightroom

Gambar 6 Let it flow. Air terjun Grenjengan. Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (55 mm), f/16, 1 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Sudah sekitar satu jam, waktunya berkemas dan beranjak turun. Sesampai di warung tempat titip motor tadi, saya langsung pamit ke bapak yang punya warung dan bertanya ongkos parkir namun dijawabnya seikhlasnya saja atau Rp 5.000 anggap sebagai beli air minum kemasan (600 ml). Ya sudah, saya bayar Rp 5.000 untuk titip kendaraan dan dapat air minum kemasan (Alhamdulillah...). Saat perjalanan turun tadi mulai berpapasan dengan sekelompok pengunjung dan sepertinya sedikit jadi perhatian ketika turun dengan menaiki kendaraan sedangkan yang lain jalan kaki (kepedean aja kali sok nyebut jadi perhatian, plakk!!).

Waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB, waktunya sarapan. Pesan nasi goreng di warung sekitaran pemandian air panas. Ibu warungnya pun juga bertanya, "sendirian aja mas?", pertanyaan sama yang ketiga di hari dan tempat sama. Singkat saja, selesai sarapan saya langsung menuju tempat selanjutnya, Coban Canggu.

Air Terjun Canggu

Air terjun ini cukup berdekatan dengan air terjun Grenjengan. Untuk lokasinya masih turun ke bawah dan melewati beberapa petak sawah. Saat di tempat parkir ada satu kelompok pengunjung yang terdiri dari beberapa gadis remaja. Saya turun terlebih dulu ke lokasi, dan ya, air terjunnya lebih besar dan tinggi daripada air terjun Grenjengan, debit airnya juga cukup deras. Dan, tentu efek hembusan anginnya cukup kencang begitu juga percikan airnya cukup rapat dan deras. Sehingga, untuk pengambilan gambar di sini saya tidak menggunakan tambahan filter (ND) dan mode slow shutter cukup lama jika dekat dengan air terjun karena akan membasahi kamera khususnya lensa.

Tidak lama setelah sampai tadi pengunjung para gadis remaja tadi juga sampai namun hanya beberapa menit saja di sana untuk berfoto selfie dan wefie kemudian langsung kembali naik. Beberapa waktu kemudian ada beberapa pengunjung pasangan muda-mudi tiba dan langsung berfoto-foto juga. Boleh dikata, saya pengunjung yang beda sendiri kala itu, di samping seorang diri juga satu-satunya yang tidak melakukan selfie. Harap dimaklumi, saya bukan orang yang fotogenik dan pemalu (eaaaaa...). Hari mulai siang sekitar pukul 11.00 WIB dan langit mulai tampak awan gelap menggumpal. Bertemu dengan warga lokal, sapa dengan senyum dan, "dewean ae mas? (sendiri aja mas?)" tanyanya. Spontan dalam hati, "eaaaaa...". "Onok acara opo iki mas, nggolek info tah mas? (ada acara apa ini mas, apa mencari info? - mungkin dikiranya meliput berita atau dokumentasi khusus)", imbuhnya. "Oh, cuma gawe pribadi ae kok mas, koleksi, hobi (oh, cuma untuk pribadi saja mas, koleksi, hobi)".

Gambar 7 Air terjun Canggu (1). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1/4 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 8 Air terjun Canggu (2). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1/4 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 9 Air terjun Canggu (3). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1/4 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 10 River stone, air terjun Canggu. Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1/10 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Gambar 11 Air terjun Canggu (4). Gear: Nikon D5200, 18-55mm kit lens (18 mm), f/16, 1/4 s, ISO 100, edit with Adobe Lightroom

Selesai di air terjun atau Coban Canggu, berakhir juga jalan-jalan kali ini. Waktunya pulang dan memang langsung pulang tidak mampir-mampir lagi.

Demikian akhir cerita kali ini. Terlalu banyak kata mungkin, tapi tak apa lah dan maafkan, hihi (tertawa kuda).