Sunday, December 31, 2017

Cerita Akhir Tahun, Pantai Payangan

Jember, Kabupaten yang terletak di sisi timur Pulau Jawa. Berbatasan dengan Kab. Banyuwangi sisi timur, Kab. Bondowoso dan Pegunungan Argopuro di sisi utara, Kab. Lumajang di sisi Barat, dan Samudra Hindia di sisi selatan. Hampir semua garis pantai di selatan Jember mempunyai daya tarik sendiri. Ada Pantai Papuma yang namanya sudah cukup terkenal, Watu Ulo, dan yang cukup baru adalah Pantai Payangan.

Lokasi

Pantai Payangan berada di Desa Sumberejo, Kec. Ambulu. Aksesnya cukup mudah tinggal mengikuti jalur utama dari perempatan Ambulu ke selatan sama dengan jalur ke arah Pantai Watu Ulo atau sekitar satu jam dari pusat Kota Jember. Cara termudah untuk mencapai lokasi adalah dengan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat. Namun, saat ini juga sudah ada angkutan umum bus perintis dengan pemberangkatan awal dari Terminal Tawang Alun.

Pesona Pantai dan Bukit Payangan

Pantai Payangan mempunyai pasir berwarna hitam. Tapi jangan salah, tempat ini belakangan cukup populer di semua kalangan usia. Terdiri dari tiga bukit, empat pantai, dan satu pulau, beserta pemandangan laut lepas. View yang sangat menarik berada di atas bukit, kita dapat melihat pemandangan luas dari pantai, birunya laut dan langit, hingga pemukiman warga juga perbukitan.

Di sini, kita dapat berpetualang menaiki bukit dan tentu sambil berolahraga. Masing-masing bukit ini juga mempunyai situs sejarah yaitu Goa Jepang. Goa ini merupakan peninggalan saat penjajahan Jepang.

Gambar 1 Akses ke Bukit Suroyo atau Teluk Love

Gambar 2 Teluk Love

Gambar 3 View dari atas bukit

Gambar 4 View dari atas bukit (2)

Selain suguhan pemandangan yang sangat menarik, kita juga dapat menjumpai perahu-perahu nelayan yang bersandar bahkan dapat pula menjumpai nelayan yang pulang melaut. Dan, tidak ada salahnya juga jika kita menawar ikan hasil tangkapannya sebagai oleh-oleh apalagi masih segar.

Gambar 5 Perahu nelayan bersandar

Gambar 6 Perahu nelayan bersandar (2)

Gambar 7 Bebatuan di Pantai Payangan

Gambar 8 View dari atas bukit (3)

Fasilitas

Untuk fasilitas, kita dapat menemui warung-warung sederhana di pinggir pantai, toilet/kamar mandi umum, lahan parkir, semuanya disediakan dan dikelola oleh warga lokal. Jadi saat kita haus dan lapar sudah tidak perlu khawatir lagi.

Disarankan juga, sebelum naik ke atas bukit, baik salah satu atau ketiganya, hendaknya membawa topi, kalau perlu kaca mata hitam juga memakai sun block, dan, yang terpenting membawa air minum. Di atas bukit kita akan langsung "berinteraksi" dengan pancaran sinar matahari terlebih kita telah mengeluarkan banyak tenaga saat menaiki bukit. Namun, saat ini sudah ada beberapa gubuk atau gazebo di atas bukit yang dibangun oleh warga sehingga sangat menolong baik sekedar untuk tempat beristirahat dan menikmati pemandangan luas yang indah dari berbagai sisi.


Demikian cerita singkat dan beberapa dokumentasi dari Pantai Payangan. Tulisan yang juga sebagai penutup akhir tahun 2017. Tak lupa juga mengingatkan, jika berencana berkunjung, jangan lupa selalu menjaga alam ini, jangan merusak, dan membuang sampah sembarangan. Hal ini berlaku juga di mana pun saat kita berada, untuk senantiasa menjaga lingkungan.

Semoga bermanfaat dan salam.

Monday, November 13, 2017

Jalan-jalan Tipis ke Surabaya Utara

Kembali ke beberapa hari yang lalu (sebelum tulisan ini dibuat dan di-posting). Ceritanya libur kerja dan tidak ada aktivitas. Selasa, 7 November 2017, di malam hari, terpikir untuk mencari kegiatan di hari libur dan diputuskan jalan-jalan saja ke Surabaya bagian utara. Pagi harinya, Rabu, 8 November 2017, setelah subuh segera bersiap-siap berangkat tujuannya agar dapat sunrise di Jembatan Suramadu. Selain ke Suramadu juga ingin tahu Jembatan Kenjeran Baru yang lokasinya cukup berdekatan.

Jembatan Suramadu

Jembatan Suramadu merupakan jembatan yang melintasi Selat Madura menghubungkan Pulau Jawa (Surabaya) dan Pulau Madura (Bangkalan) dengan panjang 5.438 m [1]. Waktu itu cuaca kurang mendukung langit mendung dan berkabut. Sesampai di Suramadu, matahari juga tak tampak meski langit mulai terang dan kabut cukup tebal. Alhasil ya nikmati dan 'jepret' kondisi yang ada saja daripada tidak sama sekali.

Gambar 1 Kawasan Suramadu, matahari tertutup awan

Gambar 2 Jembatan Suramadu berselimut kabut

Jembatan Kenjeran

Tempat kedua yang dituju adalah Jembatan Kenjeran atau Jembatan Suroboyo, terletak di Kenjeran dengan panjang 800 m. Hits beberapa waktu yang lalu saat awal diresmikan. Jika lihat beberapa dokumentasi yang ada, cukup indah di malam hari dengan hiasan air mancur berwarna.

Sesampainya di lokasi, suasana cukup sepi di pagi hari. Tampak beberapa pengendara motor berhenti untuk berfoto. Saya pun juga sama, menepikan motor dan mengambil beberapa gambar. Tidak lama kemudian saya beranjak pindah tempat alias mencari sarapan karena perut sudah mulai meronta-ronta.

Gambar 3 Jembatan Kenjeran (1)

Gambar 4 Jembatan Kenjeran (2)

Dengan isyarat perut lapar, saya pun beralih ke kawasan kampus ITS untuk sarapan. Kenapa kawasan ITS? Alasanya sederhana, cari yang cukup murah dan prasmanan juga sementara itu yang saya tahu. Selesai sarapan langsung pulang ke kos. Demikian akhir dari jalan-jalan tipis dan cerita singkat yang sesingkat-singkatnya.


Referensi:
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Nasional_Suramadu (diakses pada 13-11-2017)

Monday, September 18, 2017

Short Trip to Solo the Spirit of Java

Travelling ke Solo

Selasa, tanggal 12 September 2017, seperti hari-hari biasanya tidak ada yang berbeda. Namun, saat itu merupakan hari libur kerja pertama (sistem kerja menganut kepercayaan 2 hari pagi, 2 sore, 2 malam, dan 2 libur). Seperti biasa, hari libur harus ada kegiatan untuk menghindari kebosanan. Singkat cerita di hari itu, malam harinya ada acara resepsi pernikahan teman di Sidoarjo dan ada beberapa keperluan juga. Sore hari sebelum berangkat, terpikir setelah urusan selesai ingin jalan-jalan, pilihannya, ke Jember (pulang, red.) atau ke kota lain tapi entah ke mana, yang penting packing tipis-tipis saja terlebih dulu meski hanya sekedar peralatan mandi dan satu pakaian ganti.

Setelah dari resepsi pernikahan teman, terlintas nama kota, Solo. Segera saat itu mencari sedikit informasi tentang destinasi wisata di Solo. Sebenarnya belum ada gambaran sama sekali tentang Solo. Pilihan lain Yogyakarta, namun waktu yang ada saya rasa kurang. Sedikit informasi dari perselancaran singkat di internet, langsung saja menuju ke Bungurasih atau Terminal Purabaya. Waktu menunjukkan kurang lebih pukul 20.30 WIB dapat dikatakan masih sore. Jika berangkat pukul 21.00 WIB, perkiraan sampai Solo pukul antara 02.00-03.00 WIB dini hari (mau apa di sana di jam segitu?). Jadi, santai-santai dulu di Terminal Purabaya sambil melihat orang-orang yang lalu-lalang dan melihat bus-bus di jalur pemberangkatan dari lantai 2 area tunggu pemberangkatan.

Waktu menunjukkan pukul 22.45 WIB saya putuskan untuk naik ke bus Mira ATB (AC Tarif Biasa) entah body apa tapi bermesin Hino AK 8. Duduk di baris 3 sebelah kanan samping jendela. Pukul 23.00 WIB bus berangkat. Perjalanan lancar bahkan mungkin dapat disebut seperti berada di sirkuit hingga sempat beberapa kali terjadi insiden. Pukul 04.00 WIB sampai di Solo.

Terminal Tirtonadi

Sesampai di terminal, langsung saja menuju toilet karena ada sedikit masalah di perut. Kesan pertama di Terminal Tirtonadi, tempatnya cukup bagus, bersih, adem, masjidnya juga cukup lega dan bagus tentunya.

Langit sudah mulai terang dan saya beranjak ke pintu keluar. Tidak seperti terminal umumnya yang langsung terhubung dengan jalan utama, namun yang ada seperti jalan pemukiman, sepi, tidak ada kendaraan lewat, atau saya yang tidak tahu jalan utama dari pintu keluar. Hal yang dicari setelah turun dari bus adalah tempat untuk mengisi baterai ponsel dan itu tidak saya temukan di terminal. Di luar, berharap ada minimarket namun yang ada hanya rumah-rumah penduduk yang masih tutup. Tampak abang gojek sedang merenung sendiri saya hampiri mungkin itu dapat membuatnya tersenyum. Tidak ada maksud menggodanya hanya minta antar ke pasar Klewer.

Wisata Kuliner Galabo - Benteng Vastenburg

Terlalu pagi sampai di Kota Solo terbukti dengan masih tutupnya lokasi-lokasi yang hendak saya tuju. Saya putuskan untuk sarapan terlebih dulu di Kuliner Galabo (Gladag Langen Bogan). Di sini ada banyak pilihan kuliner, tapi berhubung masih pagi sekitar 07.30 jadi hanya beberapa yang buka. Harga makan di sini cukup murah rata-rata kisaran Rp 8000-15000 saja. Di depan lokasi ini ada jalur kereta yang menyatu dengan jalan raya. Waktu di sekitaran situ saya tidak beruntung menjumpai kereta yang lewat. Sempat terdengar suara klakson dan tampak railbus Bathara Kresna dari kejauhan atau saat coba berkeliling mencari pintu masuk Benteng Vastenburg. Di belakang Galabo ada benteng yang bernama Benteng Vastenburg. Pintu masuk benteng tertutup, tanya ke bapak Linmas, memang benteng jarang dibuka kecuali ada acara yang menggunakan lokasi tersebut.

Gambar 1 Solo the Spirit of Java, kawasan Benteng Vastenburg

Gambar 2 Jl. Brigjend Slamet Riyadi, dengan jalur kereta di tepi jalan raya

Pusat Grosir Solo
Pusat Grosir Solo (PGS) merupakan pusat belanja yang terletak di Jl. Mayor Sunaryo tepat di seberang jalan Kuliner Galabo. Hampir semua yang dijual sini adalah batik yang melayani grosir atau eceran.

Keraton Surakarta Hadiningrat

Setelah sarapan dan waktu telah menunjukkan pukul 09.00 WIB, saya berjalan kaki ke Keraton Surakarta. Lokasi berada di sebelah selatan Alun-alun Lor dan sebelah timur Pasar Klewer. Di dalam Keraton ada Museum Keraton Surakarta dan terbuka untuk umum. Pintu masuk berada di sisi kanan Keraton. Masuk ke dalam dikenakan tiket Rp 10.000, di dalam juga ada beberapa orang yang siap sebagai pemandu namun saya memilih untuk melihat-lihat sendiri.

Gambar 3 Keraton Surakarta

Gambar 4 Benda-benda Sejarah di Museum Keraton Surakarta

Gambar 5 Suasana di dalam Museum

Dari sini kita dapat banyak belajar khususnya bagi pecinta sejarah pasti betah berada di sini. Selesai di sini saya berpindah melihat-lihat sekeliling Keraton dan kemudian menuju ke Masjid Ageng Keraton Surakarta.

Masjid Ageng Keraton Surakarta

Terletak di sebelah utara Keraton dan samping barat Alun-alun Lor. Cukup berjalan kaki dari Keraton ke Masjid. Suasana di dalam masjid cukup sejuk di mana pada saat itu terik matahari cukup untuk membuat keringat bercucuran.

Masjid ini menempati lahan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.[1]

Gambar 4 Bagian depan Masjid Ageng Keraton Surakarta

Gambar 5 Bagian dalam Masjid Ageng Keraton Surakarta (1)

Gambar 6 Bagian dalam Masjid Ageng Keraton Surakarta (2)

Pasar Klewer

Cukup banyak tempat tujuan di sekitar kompleks Keraton Surakarta. Lokasi-lokasi ini dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Sekitar pukul 11.00 WIB saya beralih ke Pasar Klewer yang berada di sebelah barat kompleks Keraton. Sama seperti PGS, di sini sebagian besar menjual batik dan di lantai atas juga dapat ditemui beragam kuliner yang dapat dinikmati. Dan, seperti di PGS, saya masuk hanya melihat-lihat saja tanpa membeli apa pun.

Dari Pasar Klewer saya memutuskan menuju ke Terminal Tirtonadi untuk kembali ke Surabaya. Sebenarnya masih ada banyak tempat yang patut dikunjungi. Namun, harap dimaklumi juga karena jalan-jalan ini tanpa ada rencana apa pun, terlintas di pikiran begitu saja dan langsung berangkat saat itu juga.

End of the Trip

Untuk ke Terminal Tirtonadi, saya menggunakan layanan ojek online seperti saat baru sampai dari terminal menuju ke kompleks Keraton. Tarif ojek tersebut Rp 9.000. Sampai di terminal perut mulai lapar dan makan siang terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Harga makan di sini terbilang murah untuk ukuran terminal, pesan soto ayam Rp 7.000 tapi memang sih porsinya agak imut, minum soda gembira Rp 10.000 untuk melepas dahaga sekaligus sedikit menutupi keimutan porsi sotonya. Selesai makan lanjut sholat Dzhuhur di Masjid dan kemudian menuju ke area pemberangkatan. Jika saat berangkat saya menggunakan jasa Mira, maka saat pulang harus punya Sumber Group yang fenomenal. Kali ini saya naik bus Sumber Selamat dengan bodi Discovery dari Laksana bermesin Hino AK 8. Tidak semua armada PO (Perusahaan Otobus) ini negatif atau ugal-ugalan seperti kabar yang sering terdengar. Bus yang saya tumpangi cukup "sabar", berangkat dari Solo sekitar 12.00 WIB dan sampai di Terminal Purabaya sekitar pukul 19.00 WIB.

Demikian lah akhir dari perjalanan singkat kali ini. Meski tidak banyak tempat yang dikunjungi tapi cukup untuk sekedar me-refresh dari rutinitas sehari-hari.


List Biaya

Untuk rincian biaya perjalanan singkat yang murni hanya jalan-jalan saja tanpa belanja kali ini, saya buatkan daftar di bawah.

Tabel 1 Rincian biaya jalan-jalan singkat dari Surabaya ke Solo
No. Keterangan Nominal (Rp)
1ATB Mira Surabaya - Solo46.000
2Gojek Terminal Tirtonadi - Keraton Surakarta9.000
3Minuman + Snack9.000
4Sarapan10.000
5Toilet2.000
6Tiket masuk Keraton10.000
7Gojek Pasar Klewer - Terminal Tirtonadi9.000
8Makan siang17.000
9ATB Sumber Selamat Solo - Surabaya46.000
10Parkir inap motor5.000

Total163.000



Referensi:
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Agung_Kraton_Surakarta (diakses pada 18/09/2017)